Mekongganews.id, KOLAKA- Penolakan terhadap rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen terus bergulir di tengah masyarakat.
Respon negatif ini tercermin dari petisi daring bertajuk “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!” yang hingga saat ini telah mengumpulkan lebih dari 100.000 tanda tangan.
Keresahan ini muncul menjelang penerapan kenaikan PPN menjadi 12 persen yang dijadwalkan berlaku mulai 1 Januari 2025.
Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, menilai kebijakan tersebut kurang sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat saat ini.
“Banyak pihak merasa bahwa kebijakan ini tidak sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat saat ini,” ujar Achmad, seperti dikutip oleh Disway pada Sabtu, 21 Desember 2024.
Pemerintah sebelumnya telah menyatakan bahwa kebijakan kenaikan PPN ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, yang diproyeksikan mampu menambah sekitar Rp100 triliun per tahun dari sektor pajak konsumsi.
Namun, Achmad mengingatkan bahwa langkah ini berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap inflasi.
“Kenaikan ini diperkirakan dapat meningkatkan inflasi hingga 0,5 persen pada tahun pertama implementasi, terutama berdampak pada harga kebutuhan pokok dan barang lainnya,” jelasnya.
Ia juga menekankan perlunya pemerintah memperhitungkan dampak lanjutan terhadap daya beli masyarakat.
“Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak pada pengeluaran lain untuk stimulus yang mungkin diperlukan guna meredam tekanan kenaikan harga terhadap daya beli masyarakat,” tambah Achmad.
Sebagai bagian dari upaya mitigasi, pemerintah telah mengumumkan paket kebijakan pendukung dengan nilai total Rp445,5 triliun atau setara dengan 1,83 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Rencana ini mencakup 15 jenis insentif fiskal dan nonfiskal, termasuk:
- Pembebasan PPN untuk bahan kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, dan gula konsumsi.
- PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 1 persen untuk barang kebutuhan pokok strategis seperti tepung terigu dan minyak goreng curah.
- Bantuan pangan berupa 10 kilogram beras per bulan untuk 16 juta masyarakat di desil 1 dan 2.
Meskipun pemerintah telah menyediakan langkah kompensasi tersebut, kritik dari masyarakat dan pakar seperti Achmad Nur Hidayat menunjukkan bahwa persoalan ini membutuhkan diskusi lebih lanjut agar kebijakan yang diambil sejalan dengan kondisi ekonomi masyarakat saat ini.