Mekongganews.id, KOLAKA – Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Fathul Wahid, mengeluarkan surat edaran yang meminta agar gelar akademiknya tidak dicantumkan dalam berbagai dokumen.
Langkah ini diambil sebagai bentuk perlawanan terhadap komersialisasi gelar profesor di kalangan nonakademis.
Dalam akun Facebook pribadinya, Fathul juga meminta agar dirinya tidak lagi dipanggil dengan sebutan ‘prof’.
“Mulai hari ini mohon jangan panggil saya dengan sebutan ‘prof’,” tulis Fathul pada Kamis (18/7). Ia lebih memilih dipanggil Fathul, Mas Fathul, atau Pak Fathul.
Fathul menyoroti fenomena pemberian gelar akademik kepada individu di sektor nonakademik, politisi, dan pejabat publik yang lebih mementingkan status daripada amanah.
Ia menganggap tindakan ini sebagai usaha mendesakralisasi jabatan profesor agar tidak dianggap sebagai status sosial yang dikejar tanpa mempertimbangkan etika.
“Ini sebenarnya juga sebagai respon saya, untuk memberikan perlawanan simbolik kecil terkait dengan carut marut pemberian gelar profesor yang sekarang melanda bangsa kita,” kata Fathul (18/7).
Pencorengan Peradaban Pendidikan
Menurut Fathul, tren komersialisasi gelar akademik hanya akan mencoreng peradaban pendidikan. Ia berharap ikhtiarnya ini mampu menjaga muruah gelar akademik di tengah banyaknya orang yang mendewakannya.
Jabatan profesor, menurut Fathul, adalah capaian akademik dengan tanggung jawab publik yang besar. Ia menilai saat ini di Indonesia semakin banyak profesor, tetapi sulit menemukan intelektual publik yang konsisten melantangkan kebenaran ketika terjadi penyelewengan.
“Kita tidak ingin ada sekelompok orang, termasuk politisi dan pejabat, yang mengejar jabatan ini lebih karena status daripada amanah,” ujar pakar teknologi informasi jebolan program doktor Universitas Agder, Norwegia tersebut.
Surat Edaran Terkait Gelar Akademik Rektor UII
Permintaan Fathul agar gelar akademiknya tidak dicantumkan dalam surat, dokumen, serta produk hukum kampus tertuang dalam Surat Edaran Nomor: 2748/Rek/10/SP/VII/2024. Surat ini dialamatkan kepada seluruh pejabat struktural di lingkungan UII dan diteken oleh Fathul Wahid sendiri pada Kamis (18/7).
Ia meminta agar namanya ditulis tanpa gelar menjadi “Fathul Wahid” untuk memperkuat atmosfer kolegial dalam tata kelola perguruan tinggi. Fathul menegaskan bahwa edaran ini hanya berlaku untuk dirinya sendiri dan tidak mewajibkan dosen atau pejabat UII mengambil langkah serupa.
“Kalau langkah kecil ini diikuti, saya akan sangat berbahagia. Jika ini menjadi gerakan kolektif untuk mendesakralisasi jabatan profesor dan lebih menekankan tanggung jawab akademik, kita berharap profesi ini menjadi terhormat,” tambahnya.
“Saya berharap semakin banyak profesor yang berkenan ikut dalam gerakan moral simbolik ini, sehingga bisa menjadi budaya egaliter baru yang permanen,” pungkas Fathul.