Mekongganews.id, KOLAKA – Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB), Irwandy Arif, menegaskan bahwa stigma negatif yang sering dikaitkan dengan pengolahan nikel Indonesia dapat dihapus dengan penerapan praktik Environment, Social, dan Governance (ESG) yang baik dan benar dalam industri ekstraktif.
“Ada stigma bahwa nikel Indonesia itu nikel ‘kotor’ yang sering diberitakan di luar negeri, namun hal ini belum tentu benar. Sejauh ini, beberapa tambang nikel di Indonesia sudah menerapkan ESG dengan baik. Jadi itu bisa menghapus stigma negatif tersebut,” ujar Irwandy, yang juga menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Selasa (30/7).
Irwandy menjelaskan bahwa penerapan ESG sudah dilakukan dengan baik oleh sejumlah perusahaan ekstraktif berskala besar. Beberapa perusahaan nikel yang beroperasi di Indonesia, seperti PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT Vale Indonesia Tbk, dan Eramet Indonesia, disebutnya sebagai contoh yang telah menerapkan ESG dengan baik.
“Saya pikir kalau semacam Eramet, Vale, Antam, itu pasti sudah menerapkan ESG dengan baik. Sekarang hanya tinggal bagaimana monitoring dari pemerintah secara berkelanjutan. Saya kira kita tidak perlu meragukan untuk hal itu,” jelasnya.
Namun, Irwandy menekankan bahwa perusahaan-perusahaan menengah ke bawah masih memerlukan perhatian khusus dari pemerintah Indonesia. Meskipun tidak menyebut nama perusahaan tertentu, ia menegaskan bahwa implementasi ESG dapat membuat perusahaan ekstraktif Indonesia menjadi bagian dari tren global.
Ia juga menekankan pentingnya peran pemerintah dalam mendorong penerapan ESG di setiap perusahaan ekstraktif. “Iya dong sangat penting implementasi dari ESG ini dalam industri ekstraktif,” katanya, menegaskan bahwa praktik ESG yang baik bisa menjadi upaya untuk melawan kampanye negatif terhadap produk industri minerba Indonesia.
Terkait standar penerapan ESG, Irwandy menyatakan bahwa setiap perusahaan memiliki standar yang berbeda tetapi dengan tujuan yang sama, yaitu memastikan bahwa ESG diterapkan dengan baik.
Ia mengapresiasi penggunaan standar IRMA (Initiative for Responsible Mining Assurance) oleh Eramet, perusahaan tambang nikel asal Prancis yang menjadi salah satu perusahaan pertama yang menerapkan standar IRMA di Indonesia.
Menurut Irwandy, standar IRMA merupakan jawaban atas permintaan global terhadap praktik pertambangan yang lebih bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan.
IRMA menyediakan verifikasi dan sertifikasi independen dengan standar komprehensif untuk semua material yang ditambang, menjadi ‘one-stop coverage’ untuk berbagai isu terkait dampak tambang skala industri.
Selain IRMA, Irwandy juga menyebut adanya standar penilaian ESG lainnya seperti IFRS (International Financial Reporting Standards), IFRS S1 dan S2, serta ICMM (International Council on Mining and Metals), yang digunakan oleh perusahaan ekstraktif dalam memastikan implementasi ESG yang baik. (*)