Mekongganews.id, KOLAKA- Hilirisasi industri nikel merupaka hal penting bagi kemajuan industri nasional. Indonesia memiliki peluang besar untuk mengolah nikel dari bahan mentah hingga produk akhir, sehingga memberikan nilai tambah yang signifikan.
Penegasan tersebut diungkapkan Pakar metalurgi, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung (FTTM ITB), Prof. Dr. Ir. Eddy Agus Basuki, M.sc., dalam diskusi publik di DPP Partai Golkar bertema “Masa depan hilirisasi Indonesia”, beberapa waktu lalu.
“Indonesia memiliki sumber daya nikel yang melimpah, namun sayangnya sebagian besar masih berupa produk antara atau intermediate product. Kita harus mampu membangun industri yang dapat menghasilkan produk jadi yang bermanfaat bagi berbagai sektor,” ujar Eddy.
Ia memberi contoh perusahaan seperti Vale yang telah mampu mengembangkan produk berbasis nikel yang digunakan dalam komponen kritikal pesawat terbang, khususnya dalam turbin blade yang memerlukan superalloy berbasis nikel. Komponen ini, lanjutnya, sangat penting bagi keselamatan penerbangan.
Nikel, lanjutnya, dapat diolah menjadi berbagai produk bernilai tinggi, seperti superalloy untuk industri penerbangan dan nitinol untuk alat kesehatan, seperti stent jantung. Selain itu, nikel juga memiliki kegunaan dalam berbagai peralatan rumah tangga hingga peralatan medis, yang saat ini sebagian besar masih diimpor oleh Indonesia.
Menurut dia, keberadaan nikel sebagai bahan dasar stainless steel juga menjadi sangat strategis. Di berbagai negara, struktur bangunan dan jembatan mulai menggunakan stainless steel karena daya tahan dan umur pakainya yang panjang dibandingkan baja biasa.
“Di Eropa dan negara-negara Asia, penggunaan stainless steel semakin meningkat untuk kebutuhan infrastruktur karena sifatnya yang tahan lama,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia berharap agar Indonesia dapat menjadi negara berbasis industri nikel yang tangguh.
“Jika nikel dapat dijadikan fondasi untuk membangun industri yang kuat, Indonesia dapat menjadi pemain utama di sektor ini dan mendukung kemandirian di berbagai bidang, termasuk alutsista,” tegasnya.
Oleh karena itu, ia menekankan, perlunya sinergi antara pemerintah, DPR, pelaku industri, akademisi, serta lembaga penelitian, seperti BRIN, untuk mencapai tujuan ini. Dia optimistis bahwa dengan pengelolaan yang tepat, Indonesia Emas 2045 bukanlah angan belaka.
“Jika kita serius mengembangkan hilirisasi industri, nikel dapat menjadi motor utama yang mendorong Indonesia menjadi negara industri yang kuat dan mandiri,” pungkasnya.