Mekongganews.id, KOLAKA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memberikan sinyal positif terkait perkembangan proyek pemurnian (smelter) nikel milik PT. Ceria Nugraha Indotama (Ceria) di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Proyek smelter ini termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2020.
“Saya melihat kemajuan fisik proyek smelter dari Ceria. Kita harapkan bahwa mechanical completion bisa selesai Oktober dan bisa commissioning di akhir tahun ini,” ujar Arifin pada Selasa (2/7).
Proyek smelter yang menggunakan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) ini, pada tahap awal akan dibangun satu jalur produksi (1 x 72 MVA) untuk mengolah bijih nikel saprolit. Ke depan, proyek ini akan diperluas hingga empat jalur produksi (4 x 72 MVA) dengan kapasitas produksi mencapai 252.700 ton per tahun.
Smelter ini akan mendapatkan pasokan listrik dari PT. PLN (Persero) dengan total kapasitas 414 MVA (352 MW) sesuai Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL). Pasokan listrik ini akan mulai dialirkan secara bertahap pada tahun ini.
Lebih lanjut, Arifin menekankan pentingnya pengembangan ekosistem untuk produk akhir elektrifikasi.
“Kita harus mengantisipasi, bagaimana industri dalam negeri ini bisa berkembang. Cita-cita kita adalah elektrifikasi yang bisa tercapai, nikel ini tentu saja ada di poros baterai NCM (Nikel Cobalt Mangan). Kita punya nikel, kemudian limonit kita juga punya cobalt konten yang signifikan, dan kita masih punya sumber mangan di Nusa Tenggara Timur. Ini yang harus kita integrasikan,” imbuhnya.
CEO Ceria Group, Derian Sakmiwata, mengungkapkan bahwa smelter RKEF Ceria line 1 akan beroperasi dalam dua hingga tiga bulan ke depan.
“Ukuran furnace-nya 72 MVA ini nanti akan mengolah mineral mentah sebesar 1,4 juta metrik ton per tahun dengan kadar 1,59%,” jelas Derian.
Derian menambahkan bahwa ini adalah langkah awal bagi Ceria, yang memiliki target untuk membangun empat jalur RKEF secara bertahap serta smelter dengan teknologi HPAL (High Pressure Acid Leaching). Seluruh aktivitas industri CERIA berpedoman pada kaidah Environment, Social, and Governance (ESG).
“Saat ini Ceria juga aktif menerapkan IRMA (Initiative for Responsibility Mining Assurance) untuk meningkatkan pola operasi dengan lebih memperhatikan aspek lingkungan dan sosial secara detail, guna mencegah bahaya historis dan potensial,” tandasnya.
Smelter Pertama dengan Investor Domestik
Proyek pemurnian bijih nikel Ceria ini merupakan proyek smelter Indonesia pertama yang didanai oleh perbankan nasional, yakni PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Menteri Arifin menegaskan bahwa ini adalah proyek pendanaan pertama yang dibiayai perbankan nasional. Pemerintah terus berupaya memfasilitasi lembaga perbankan untuk mendanai proyek-proyek smelter dan sektor energi lainnya.
“Ini mungkin project financing pertama yang dilakukan, namun masih banyak lagi peluang yang bisa kita lihat dan dukung, terutama untuk sektor migas. Pemerintah tengah menggenjot infrastruktur energi serta program hilirisasi dalam pemrosesan sumber daya mineral kita,” jelas Arifin.
Pemerintah memiliki visi untuk mendorong dan mempercepat proses hilirisasi. Penyelesaian sejumlah proyek hilirisasi tengah didorong agar dapat selesai tepat waktu, sehingga industri di Indonesia bisa tumbuh dan berkembang, serta meningkatkan nilai tambah dari produk turunan mineral.
“Kita ingin produk yang dihasilkan memiliki nilai tambah yang tinggi, karena itu kita perlu smelter untuk mendorong pembangunan dan perekonomian nasional,” tegas Arifin.
Direktur Utama Bank Mandiri, Darmawan Junaidi, menyatakan bahwa proyek smelter Ceria adalah proyek pertama yang didanai oleh investor domestik. Bank Mandiri mendukung agar proyek ini diselesaikan dengan baik dan sesuai target.
“Kami melihat kesungguhan Ceria dalam menyelesaikan proyek ini, termasuk mengupayakan energi yang dibutuhkan. Pasokan listrik dari PT. PLN sudah disiapkan, dan Insya Allah rencana akan berjalan dengan lancar,” tutup Darmawan. (*)