Mekongganews.id, KOLAKA- Reforma agraria di Indonesia memasuki babak baru. Pemerintah kini telah mengantongi 33.000 hektare tanah negara yang siap dikelola secara lebih transparan dan akuntabel. Dari total luasan tersebut, sebanyak 30 persen dialokasikan secara khusus untuk reforma agraria.
Langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa pengelolaan tanah negara tak lagi sebatas urusan administratif, melainkan mengarah pada upaya nyata memberikan akses tanah kepada masyarakat yang membutuhkan.
Komitmen ini mengemuka dalam acara penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga pengelola tanah negara yang digelar di Jakarta, Kamis (8/5). Laporan diserahkan langsung oleh Dirjen Pemeriksa Keuangan Negara III BPK, Dede Sukarjo, kepada Kepala Badan Bank Tanah, Parman Nataatmadja. Penyerahan tersebut turut disaksikan oleh Anggota III BPK, Akhsanul Khaq.
“Kami percaya, sinergi antarlembaga akan jadi fondasi kokoh membangun sistem pertanahan yang lebih adil dan berpihak pada masyarakat,” ujar Parman Nataatmadja dalam sambutannya. Ia menegaskan bahwa setiap catatan yang diberikan BPK akan ditindaklanjuti secara serius dan bertanggung jawab.
Sementara itu, Akhsanul Khaq menyampaikan bahwa ini merupakan pertama kalinya lembaga pengelola tanah negara diperiksa secara menyeluruh oleh BPK. Hasilnya dinilai positif. Lembaga tersebut dianggap memiliki komitmen kuat untuk terus memperbaiki sistem dan mendukung program-program strategis nasional, seperti pembangunan Bandara VVIP di Ibu Kota Nusantara (IKN) dan proyek jalan tol.
Namun sorotan utama tetap tertuju pada komitmen terhadap reforma agraria. Dari total 33.000 hektare tanah negara yang telah dikelola, 30 persen di antaranya akan digunakan untuk mendukung redistribusi tanah kepada masyarakat. Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan penguatan kerja sama lintas lembaga.
“Ini baru awal,” ujar Akhsanul Khaq. “Dengan kolaborasi yang baik, jumlah lahan yang dikelola dan dialokasikan bisa meningkat drastis.”