Sanksi Politik Uang di Pilkada, Lebih Berat Dibanding Pemilu, Pelaku Terancam Penjara 6 Tahun

- Editor

Selasa, 10 September 2024 - 06:11 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi Politik Uang. (Foto: Tangkapan Layar)

Ilustrasi Politik Uang. (Foto: Tangkapan Layar)

Mekongganews.id, KOLAKA – Praktik politik uang atau money politic sering menjadi masalah dalam proses pemilihan umum. Perlu diingat bahwa tindakan ini melanggar hukum dan dapat berujung pada sanksi pidana sesuai peraturan yang berlaku.

Menariknya, terdapat perbedaan sanksi antara pelaku politik uang dalam pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada), di mana sanksinya lebih berat pada pilkada.

“Di Pilkada, sanksi bagi pelaku politik uang lebih berat daripada di Pemilu,” ungkap Titi Anggraini, Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), saat memberikan pernyataan di Jakarta.

Berdasarkan Pasal 187A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, pelaku politik uang, baik pemberi maupun penerima, dapat dikenai hukuman di setiap tahapan pilkada.

Sanksi berlaku tidak hanya pada masa kampanye atau hari pemungutan suara, tetapi juga pada seluruh tahapan pilkada.

“Sanksinya adalah pidana penjara minimal 36 bulan (3 tahun) dan maksimal 72 bulan (6 tahun) serta denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar,” jelas Titi.

Ia menambahkan bahwa penerima politik uang juga akan dikenakan sanksi yang sama.

“Bayangkan, hanya karena menerima uang Rp100 juta, bisa dikenai denda Rp200 juta dan hukuman penjara 3 sampai 6 tahun,” tegasnya.

Titi pun mengingatkan masyarakat untuk lebih waspada terhadap ancaman sanksi dan tidak tergoda melakukan politik uang, mengingat dalam banyak kasus, pelaku utama sering lolos dari jeratan hukum.

“Biasanya, aktor intelektualnya tidak tersentuh. Yang bisa diproses hanya operator lapangan. Dan tindak pidana politik uang menempati urutan kedua pelanggaran paling banyak pada Pilkada 2020,” ungkapnya.

Sementara itu, pelanggaran tertinggi dalam pilkada, menurut Titi, adalah terkait netralitas aparatur sipil negara (ASN) dan kepala desa.

Dengan sanksi yang lebih berat dan ancaman pidana yang serius, masyarakat diharapkan lebih waspada dan menolak segala bentuk politik uang dalam pilkada demi terciptanya proses pemilihan yang bersih dan adil.

Berita Terkait

Era Baru Reforma Agraria: Pengelolaan Ribuan Hektare Tanah Negara Kini Lebih Terbuka
Indonesia dan Arab Saudi Bersinergi Tingkatkan SDM Industri
Tok! Pemerintah Resmi Tetapkan 1 Syawal 1446 H Pada 31 Maret 2025
Demonstran Dirikan Kemah di Depan DPR Jelang Pengesahan Revisi UU TNI
Ketua DPR RI Angkat Bicara soal Penjagaan Koopssus TNI di Hotel Fairmont
Presiden Prabowo Bakal Bentuk Koperasi Desa Merah Putih
Perbedaan Awal Puasa di Indonesia dan Singapura-Brunei, Ini Penjelasan Menteri Agama
Presiden Prabowo Janji Bersihkan Korupsi Pertamina dan Bela Rakyat

Berita Terkait

Sabtu, 10 Mei 2025 - 12:53 WITA

Era Baru Reforma Agraria: Pengelolaan Ribuan Hektare Tanah Negara Kini Lebih Terbuka

Sabtu, 29 Maret 2025 - 20:20 WITA

Tok! Pemerintah Resmi Tetapkan 1 Syawal 1446 H Pada 31 Maret 2025

Kamis, 20 Maret 2025 - 01:54 WITA

Demonstran Dirikan Kemah di Depan DPR Jelang Pengesahan Revisi UU TNI

Senin, 17 Maret 2025 - 22:40 WITA

Ketua DPR RI Angkat Bicara soal Penjagaan Koopssus TNI di Hotel Fairmont

Selasa, 4 Maret 2025 - 05:49 WITA

Presiden Prabowo Bakal Bentuk Koperasi Desa Merah Putih

Sabtu, 1 Maret 2025 - 01:35 WITA

Perbedaan Awal Puasa di Indonesia dan Singapura-Brunei, Ini Penjelasan Menteri Agama

Rabu, 26 Februari 2025 - 20:02 WITA

Presiden Prabowo Janji Bersihkan Korupsi Pertamina dan Bela Rakyat

Jumat, 21 Februari 2025 - 09:16 WITA

Megawati Instruksikan Kepala Daerah PDIP Larang Ikut Retreat Usai Hasto Ditahan

Berita Terbaru