Mekongganews.id, KOLAKA – Ketua Indonesia Mining Institute, Prof. Irwandy Arif, menegaskan bahwa penambangan tanpa izin (Peti) dapat diatasi secara efektif dengan menggabungkan dua pendekatan, yakni pendekatan akar masalah dan pemberantasan.
Menurutnya, kombinasi kedua pendekatan ini akan memberikan hasil yang lebih optimal dalam penanganan Peti.
“Jika pendekatan akar masalah digabungkan dengan pemberantasan, langkah ini akan menjadi lebih efektif. Namun, jika hanya menggunakan pemberantasan semata, efektivitasnya akan kurang optimal,” ungkap Prof. Irwandy. Senin (2/9/2024).
Prof. Irwandy menjelaskan bahwa akar masalah dari penambangan tanpa izin melibatkan tiga faktor utama: pertama, kesejahteraan masyarakat di daerah tambang yang masih rendah; kedua, rendahnya tingkat pendidikan masyarakat lokal di sekitar tambang; dan ketiga, tingginya tingkat pengangguran yang mendorong masyarakat mencari berbagai cara untuk bertahan hidup.
“Masalah-masalah ini harus diselesaikan dengan cara mensejahterakan masyarakat, meningkatkan pendidikan mereka, dan menciptakan peluang kerja. Pemberantasan saja tidak cukup,” tambahnya.
Lebih lanjut, Prof. Irwandy juga menjelaskan definisi penambangan tanpa izin, yang mencakup tambang tanpa izin resmi, izin tambang yang telah berakhir tetapi penambang masih aktif, penambangan di luar titik koordinat yang diizinkan, serta kegiatan penambangan yang tidak sesuai dengan izin yang dimiliki, seperti penambangan yang dilakukan meskipun hanya memiliki izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi.
Ia juga menyoroti berbagai upaya pemberantasan yang telah dilakukan oleh pejabat tinggi negara dan kementerian terkait, termasuk penugasan dari Presiden kepada Wakil Presiden dan pembentukan tim Satuan Tugas oleh berbagai kementerian dan lembaga.
Namun, hingga kini, masalah penambangan tanpa izin ini masih belum sepenuhnya teratasi.
“Sudah hampir semua kementerian terkait, seperti Kemenkopolhukam, Kementerian ESDM, Kemenko Marves, hingga Sekretaris Negara, memiliki satgas masing-masing. Namun, hingga saat ini, pemberantasan Peti masih berlanjut,” ujar Prof. Irwandy.
Dalam pertemuan terakhir yang dikoordinasikan oleh Kemenko Marves, Prof. Irwandy menyampaikan bahwa ada tiga pilar utama dalam penanganan Peti, yaitu digitalisasi melalui Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara (Simbara), formulasi untuk memformalitasikan pertambangan rakyat, serta penegakan hukum jika diperlukan.
“Harapannya, dengan keterlibatan semua pihak, penanganan Peti dapat berhasil setelah berlangsung sekitar setahun,” paparnya.
Menurut data Kementerian ESDM tahun 2023, terdapat 2.741 lokasi penambangan tanpa izin yang tersebar di berbagai provinsi, termasuk tambang batu bara, nikel, dan timah. Biaya pemulihan lingkungan dari kegiatan Peti pada tahun 2023 diperkirakan mencapai Rp1,5 triliun.
Meskipun tantangan masih besar, Prof. Irwandy optimis bahwa penanganan penambangan tanpa izin ini dapat berhasil dengan pendekatan yang tepat.
“Pendekatan harus pada akar masalah, bukan hanya pemberantasan,” pungkasnya.