Oleh : Dhimam Abror Djuraid
Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam paling tajir di dunia. Amal usahanya luas dan beragam. Dari sekolah hingga rumah sakit, dari panti asuhan hingga perguruan tinggi. Muhammadiyah telah menjadi simbol kemajuan dan role model bagi ormas seluruh dunia.
Sulit melakukan valuasi terhadap aset dan kekayaan likuid yang dimiliki serta dikelola sebuah lembaga nirlaba seperti Muhammadiyah. Sebab, cara penghitungannya berbeda jika dibandingkan dengan menghitung kekayaan perseorangan atau entitas bisnis komersial. Namun, secara umum, diperkirakan bahwa aset Muhammadiyah bernilai Rp 400 triliun.
Laporan 2017 menunjukkan bahwa Muhammadiyah mengelola hampir 21 juta meter persegi tanah wakaf. Artinya, hampir setara dengan 30 kali luas Singapura, hampir 4 kali luas pulau Bali. Luas tanah Muhammadiyah sama dengan negara Slovenia, yang membuat kejutan di Euro 2024 kemarin dengan lolos ke babak 16 besar dan hanya kalah adu penalti dari Portugal yang diperkuat Cristiano Ronaldo.
Di atasnya berdiri sekurangnya 19.951 sekolah, 13.000 masjid dan musala, 765 bank perkreditan rakyat syariah, 635 panti asuhan, 457 rumah sakit dan klinik, 437 baitul mal, 176 universitas, dan 102 pondok pesantren. Tercatat ada lebih dari 25 juta warga Muhammadiyah yang mendapatkan manfaat dari semua amal usaha itu, bahkan lebih luas lagi persyarikatan ini melayani seluas-luasnya masyarakat Indonesia. Universitas Muhammadiyah di Sorong, misalnya, mayoritas mahasiswanya adalah nonmuslim.
Profesor Robert Hefner, antropolog dari Boston University, menyebut Muhammadiyah sebagai organisasi Islam modern terbesar di dunia. Manajemen organisasi itu dikerjakan secara rapi, terdokumentasi dengan baik, dikelola secara transparan dengan visi yang progresif (berkemajuan). Muhammdiyah kerap menerima pujian dan penghargaan dari berbagai institusi terkemuka dunia.
Kekayaan Muhammadiyah tidak muncul seketika. Seluruh aset, amal usaha, dan bakti nyata Muhammadiyah merupakan kerja panjang selama 108 tahun. Mentalitas yang dibentuk di organisasi ini adalah mental ”aghniya” (orang kaya), mental memberi, spirit Al-Ma’un yang membebaskan sekaligus memberdayakan.
Dipekuat oleh doktrin Kiai Ahmad Dahlan yang mengatakan, ”Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah”, pengurus persyarikatan ini didorong untuk menjadi pribadi-pribadi yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Dengan demikian, mereka bisa mengabdikan hidup untuk sebesar-besarnya kepentingan persyarikatan dan umat.
Kekayaan Muhammadiyah itu sangat mungkin akan makin membengkak dalam waktu dekat. Sebab, Muhammadiyah dikabarkan akan menerima konsesi tambang dari pemerintah, yang secara khusus diberikan kepada organisasi keagamaan.
Keputusan pemerintah itu menjadi kontroversi besar karena dianggap sebagai upaya memberikan umpan kepada ormas keagamaan supaya terperangkap ke dalam korporatisme negara. Dengan menerima konsesi tambang, ormas keagamaan dikhawatirkan tidak akan independen, menjadi bergantung kepada pemerintah, dan kehilangan daya kritis.
Selama ini institusi demokrasi di Indonesia sudah terkooptasi oleh negara. Akibatnya, demokrasi tidak berjalan sehat. Pemerintahan Jokowi berusaha mengooptasi semua elemen demokrasi dengan tujuan menghilangkan potensi oposisi untuk melakukan mekanisme checks and balances.
Partai politik sudah terkooptasi. Lembaga legislatif sudah menjadi lembaga tukang stempel. Mahkamah Konstitusi dianggap tidak berfungsi maksimal. Mahkamah Agung juga sudah kehilangan independensi. Kampus dan intelektual tidak lagi menjadi sumber suara kritis. Indeks demokrasi Indonesia pun merosot dari tahun ke tahun.
Di tengah kondisi seperti itu, masyarakat demokrasi menaruh harapan kepada civil society untuk menjaga kewarasan demokrasi. Salah satu pilar demokrasi yang diharapkan menjadi kekuatan kontrol sosial adalah organisasi keagamaan, yakni NU dan Muhammadiyah.
Sebagai dua ormas keagamaan terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah bisa menjadi penyeimbang kekuasaan pemerintah yang terlalu dominan. Sayang, NU selama ini tidak menunjukkan sikap kritis terhadap pemerintah, tetapi malah cenderung menjadi bagian dari korporatisme negara.
Muhammadiyah menjadi tumpuan masyarakat demokrasi untuk mengawasi kebijakan pemerintah yang mengancam demokrasi. Karena itu, ketika Muhammadiyah terlihat akan menolak tawaran konsesi, masyarakat menjadi lega.
Selain Muhammadiyah, organisasi gereja juga tegas menolak tawaran itu. Namun, NU (Nahdlatul Ulama) dengan senang hati menerima konsesi tersebut. Keputusan NU itu mendapat reaksi negatif dari sekalangan masyarakat dan para netizen. Sebuah akun netizen mengubah logo NU dengan menambahi gambang ekskavator di tengah gambar tali jagat.
Melihat kondisi itu, Muhammadiyah sempat gamang beberapa saat. Namun, kemudian Muhammadiyah dikabarkan memutuskan mengikuti langkah NU dengan menerima konsesi. Hal itu dibocorkan pengurus Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas pada Rabu, 24 Juli 2024.
Anwar mengatakan, Muhammadiyah tidak serta-merta menerima konsesi, tapi memberikan catatan syarat dan ketentuan berlaku. Di antaranya, jika Muhammadiyah memutuskan untuk menerima dan mengelola tambang, pengelolaan harus dilakukan dengan menjaga lingkungan. Selain menjaga lingkungan, Muhammadiyah harus menjaga hubungan baik dengan masyarakat yang terdampak oleh tambang.
Sebelumnya, di tengah sikap Muhammadiyah yang masih gamang, muncul desakan agar Muhammadiyah menolak konsesi. Desakan itu muncul dari kelompok anak muda kader Muhammadiyah melalui petisi di platform change.org dan ditandatangani ribuan orang.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti mengatakan, Muhammadiyah tak akan sembarangan dalam mengambil keputusan soal izin tambang. Ia menilai, seluruh elemen dalam organisasi harus terlibat, termasuk pengurus di tingkat daerah.
Dikatakan, Muhammadiyah sangat berhati-hati dalam mengambil sikap mengenai persoalan ini untuk meminimalkan perpecahan internal. ”Jangan sampai dapat tambang, tapi kita kemudian tarik tambang di dalam rumah gitu,” kata Abdul Mu’ti dengan gaya melucu yang khas.
Netizen langsung merespons dengan mengunggah foto logo Muhammadiyah yang diubah dengan menempelkan gambar ekskavator di tengah lingkaran matahari. Beberapa waktu yang lalu netizen yang gemas mengubah logo NU dengan menambahi gambar ekskavator di tengah gambar tali jagat NU. Kepanjangan NU juga dipelesetkan oleh netizen menjadi ”UN” (Ulama Nambang). Ada muhibbin (pencinta) NU yang kesal dan melapor ke polisi.
Masih harus ditunggu, apakah Muhammadiyah akan mengumumkan secara resmi penerimaan konsesi pemberian pemerintah. Jangan-jangan Buya Anwar Abbas sengaja membocorkan keputusan itu supaya masyarakat bereaksi negatif dan akhirnya Muhammadiyah membatalkan keputusan tersebut.
Jika nekat menerima konsesi, Muhammadiyah harus siap menghadapi rujakan netizen. Jangan-jangan Muhammadiyah akan diledek dengan mengubah kepanjangan PP Muhammadiyah menjadi ”Perusahaan Pertambangan” Muhammadiyah. (Dhimam Abror Djuraid)